PERILAKU
KONSUMEN DI ERA 2000
Perkembangan zaman saat ini menuntut konsumen bersikap pintar, cermat, efisien dan efektif dalam memilih produk yang diinginkan. Dengan adanya sikap itu, maka konsumen tidak akan kecewa dengan apa yang telah mereka beli (action). Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapi dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, salah satunya kebutuhan dalam memilih produk sepatu karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan dan tidak akan terpuaskan dari kebutuhan mereka.
Dengan meningkatnya permintaan konsumen dari berbagai produk, maka produsen berusaha akan memenuhi kebutuhan yang konsumen inginkan. Dengan itu, produsen menciptakan berbagai produk yang bervariatif serta barbagai pilihan produk itu sendiri. Bahkan produsen akan menciptakan produk yang sebelumnya belum pernah dibutuhkan oleh konsumen. Inovasi-inovasi inilah yang menjadi dilema bagi konsumen, apakah mereka akan mengambil keputusan berdasarkan keinginan atau kebutuhan. Maka, konsumen akan melihat faktor-faktor apakah yang cocok bagi mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Teori
perilaku konsumen yang berkembang akhir-akhir ini didasarkan pada kebutuhan
ekonomi, yakni yang menjelaskan bahwa seorang konsumen akan menetapkan
kuantitas komoditas yang dikonsumsi dengan cara memaksimumkan kepuasan (utilitas).
Pada menentuan kuantitas tersebut, konsumen dihadapkan pada kendala pendapatan
dan harga komoditas. Sementara itu, preferensi dan variabel yang lain dianggap
tetap atau konstan yang disebut dengan istilah ceteris paribus.
Pada teori ekonomi mikro tersebut, konsumen hanya mempertimbangkan dari sisi kuantitas. Keputusan individu konsumen diturunkan dari perilaku konsumen didalam memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action”. Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan–tindakan tersebut. Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences, and ideas”. Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001).
Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005).
Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari
budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku
konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat
individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam
lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh
keempat faktor tersebut diatas.
2. Perbedaan dan pengaruh individu,
terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya
hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal
(interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor
tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3. Proses psikologis, terdiri dari
pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor
tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang
turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.
Banyaknya produk yang beredar dipasaran
membuat konsumen disajikan oleh berbagai alternative pilihan merk/tipe sepatu.
Konsumen dihadapkan alternative kualitas, harga maaupun kebutuhan. Semua
tergantung selera konsumen. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen dalam pengambilan produk sepatu adalah :
a) Keluarga
Lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:
- Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
- Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
- Siapa yang melakukan pembelian.
- Siapa pemakai produknya.
Lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:
- Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
- Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
- Siapa yang melakukan pembelian.
- Siapa pemakai produknya.
b) Harga barang itu sendiri
Pertimbangan pemilihan harga yang lebih ekonomis adalah faktor dominan dalam pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk sepatu. Selain sisi fashion branded kenyamanan dan faktor lingkungan. Untuk ukuran mahasiswa harga yang ekonomis lah adalah bahan pertimbangan nomor 1.
Pertimbangan pemilihan harga yang lebih ekonomis adalah faktor dominan dalam pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk sepatu. Selain sisi fashion branded kenyamanan dan faktor lingkungan. Untuk ukuran mahasiswa harga yang ekonomis lah adalah bahan pertimbangan nomor 1.
c) Kualitas barang
Pertimbangan konsumen adalah nomor 2 kualitas / keunikan yang ditawarkan. Biasanya konsumen tidak terlalu mempertibangkan kualitas untuk jangka panjang. Yang terlihat dimata konsumen produk tersebut sekilas dari penglihatan mata bagus maka itu yang dipilih. Dengan mengsampingan kualitas dan mempertimbangkan harga.
Pertimbangan konsumen adalah nomor 2 kualitas / keunikan yang ditawarkan. Biasanya konsumen tidak terlalu mempertibangkan kualitas untuk jangka panjang. Yang terlihat dimata konsumen produk tersebut sekilas dari penglihatan mata bagus maka itu yang dipilih. Dengan mengsampingan kualitas dan mempertimbangkan harga.
d) Brand and Style Decision (Keputusan
atas merek dan gaya).
Pilihan konsumen untuk memutuskan secara terperinci mengenai produk apa yang sebenarnya ingin dibeli.
Pilihan konsumen untuk memutuskan secara terperinci mengenai produk apa yang sebenarnya ingin dibeli.
e) Harga barang-barang lain yang bersifat
substitutif terhadap barang tersebut
Konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila seseorang yang ingin membeli produk sepatu untuk kuliah merk donatello original. Tetapi harganya melonjak sedangkan tipe merk yang sama tapi kualitas rendah dan dengan harga lebih murah, maka konsumen cenderung akan memilih sepatu yg lebih murah untuk menghemat biaya. Dan sepatu kw tersebut sebagai subtitusi dari merk yang asli.
Konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila seseorang yang ingin membeli produk sepatu untuk kuliah merk donatello original. Tetapi harganya melonjak sedangkan tipe merk yang sama tapi kualitas rendah dan dengan harga lebih murah, maka konsumen cenderung akan memilih sepatu yg lebih murah untuk menghemat biaya. Dan sepatu kw tersebut sebagai subtitusi dari merk yang asli.
f) Pendapatan rumah-tangga atau pendapatan
masyarakat
Orang yang punya gaji dan tunjangan yang besar maka dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya sehingga tidak terlalu banyak pengeluarannya.
Orang yang punya gaji dan tunjangan yang besar maka dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya sehingga tidak terlalu banyak pengeluarannya.
g) Selera dan prilaku seseorang atau
masyarakat
Selera konsumen terhadap produk sepatu mempengaruhi minat seseorang untuk membeli produk yang diingikan. Seklaipun harganya selangit dan dengan kualitas terbaik jika keinginan konsumen itu tinggi maka harga bukan faktor penghalang.
Selera konsumen terhadap produk sepatu mempengaruhi minat seseorang untuk membeli produk yang diingikan. Seklaipun harganya selangit dan dengan kualitas terbaik jika keinginan konsumen itu tinggi maka harga bukan faktor penghalang.
1) Tahapan konsumen membeli produk Sepatu
:
·
Pengenalan
Kebutuhan
Merupakan tahap pertama proses keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen mengenali adanya masalah atau kebutuhan.
Merupakan tahap pertama proses keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen mengenali adanya masalah atau kebutuhan.
·
Pencarian
Informasi
Tahap yang merangsang konsumen untuk mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi :
a) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan
b) Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan
c) Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen
d) Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk
Tahap yang merangsang konsumen untuk mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi :
a) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan
b) Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan
c) Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen
d) Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk
·
Evaluasi
Alternatif : Tahap ketika konsumen menggunkan informasi untuk mengevaluasi
merek alternative dan perangkat pilihan.
Pemilihan : Tahap pemilihan yang terabaik, sesuai kebutuhan dan sesuai anggaran.
Pemilihan : Tahap pemilihan yang terabaik, sesuai kebutuhan dan sesuai anggaran.
·
Keputusan
Membeli Tahap, ketika konsumen benar-benar membeli produk. Setelah melalui
proses diatas, siswi tersebut pun memutuskan membeli sepasang sepatu yang
sesuia dengan piliannya.
Tingkah Laku Pasca Pembelian : Tahap ketika konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas dan tidak puas.
Tingkah Laku Pasca Pembelian : Tahap ketika konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas dan tidak puas.
·
Kesadaran
: Konsumen menjadi sadar akan produk baru, tetapi kurang informasi mengenai
produk tersebut.
·
Tertarik
: Konsumen mencari informasi mengenai produk baru.
·
Evaluasi
: Konsumen mempertimbangkan apakah masuk akal untuk mencoba produk baru.
·
Mencoba:
Konsumen mencoba produk baru dalam skala kecil untuk meningkatkan perkiraannya
mengenai nilai produk tersebut.
·
Adopsi:
Konsumen memutuskan untuk menjadi pengguna produk baru sepenuhnya dan teratur
(loyal).
2) Empat tipe proses pembelian produk
‘Sepatu’ :
Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran. Seperti produk sepatu yang di gunakan oleh seorang karyawati yang bekerja disuatu perkantoran, maka ia harus memiliki sepatu yang nyaman di pakai, bagian depan sepatu tertutup, bertumit tinggi dan kelihatan elegan dan smart. Jadi, sang karyawati harus menyempatkan waktu dan anggaran untuk menyari sepatu yang sesuai dengan keinginannya.
Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama. Seperti sepatu yang digunakan oleh seorang artis yang harus tampil di depan fans atau yang menonton artis tersebut. Ia harus memiliki sepatu yang cocok, nyaman dan mewah, maka dari itu ia memiliki perancang sepatu langanan untuk menunjang penmpilannya. Yang mana sang perancang sudah tahu detai serta kebutuhan sang artis.
Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Keputusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Seperti sepatu yang dipakai oleh mahasiswi yang setiap hari bertampilan berbeda, maka dari itu ia harus memiliki sepatu yang cocok di padu–padankan dengan pakaiannya. Jadi, jika ia pergi ke mall berniat membeli buku dan ditenggah jalan ia meliahat sepasang sepatu yang bagus dan ia belum punya, maka ia akan membelinya.
Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertyas tisu.
Tahap-tahap Pengambilan Keputusan menurut Kotler, 2000 :
Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran. Seperti produk sepatu yang di gunakan oleh seorang karyawati yang bekerja disuatu perkantoran, maka ia harus memiliki sepatu yang nyaman di pakai, bagian depan sepatu tertutup, bertumit tinggi dan kelihatan elegan dan smart. Jadi, sang karyawati harus menyempatkan waktu dan anggaran untuk menyari sepatu yang sesuai dengan keinginannya.
Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama. Seperti sepatu yang digunakan oleh seorang artis yang harus tampil di depan fans atau yang menonton artis tersebut. Ia harus memiliki sepatu yang cocok, nyaman dan mewah, maka dari itu ia memiliki perancang sepatu langanan untuk menunjang penmpilannya. Yang mana sang perancang sudah tahu detai serta kebutuhan sang artis.
Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Keputusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Seperti sepatu yang dipakai oleh mahasiswi yang setiap hari bertampilan berbeda, maka dari itu ia harus memiliki sepatu yang cocok di padu–padankan dengan pakaiannya. Jadi, jika ia pergi ke mall berniat membeli buku dan ditenggah jalan ia meliahat sepasang sepatu yang bagus dan ia belum punya, maka ia akan membelinya.
Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertyas tisu.
Tahap-tahap Pengambilan Keputusan menurut Kotler, 2000 :
a) Citra Merek (Brand Image)
Merek menjadi tanda pengenal bagi penjual atau pembuat suatu produk atau jasa. Menurut Kotler (2005), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian sebagai berikut :
Merek menjadi tanda pengenal bagi penjual atau pembuat suatu produk atau jasa. Menurut Kotler (2005), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian sebagai berikut :
·
Atribut
: suatu merek dapat mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
·
Manfaat
: atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
·
Nilai
:suatu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya.
·
Budaya
: suatu merek mungkin juga melambangkan budaya tertentu
·
Kepribadian
: suatu merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
·
Pemakai
: suatu merek menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan suatu
produk.
Hubungan Citra Merek dengan Keputusan Pembelian
Wicaksono (2007) mengemukakan pentingnya pengembangan citra merek dalam keputusan pembelian. Brand image yang dikelola dengan baik akan menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi :
a. Meningkatkan pemahaman terhadap
aspek-aspek perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
b. Memperkaya orientasi konsumsi tehadap
hal-hal yang bersifat simbolis lebih dari fungsi-fungsi produk.
c. Meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk.
d. Meningkatkan keunggulan bersaing
berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi sangat mudah untuk ditiru oleh
pesaing.
Kualitas Produk
Kottler (2000) menyatakan bahwa pencapaian kualitas yang baik bagi suatu perusahaan dibutuhkan beberapa ukuran untuk merumuskan kebijakan mengenai kualitas produk yaitu :
a.
Fungsi
barang
Mempengaruhi kepuasan konsumen, maka harus memproduksi barang yang mutunya sesuai dengan fungsi serta kegunaanya, daya tahanya, peralatanya dan kepercayaanya.
Mempengaruhi kepuasan konsumen, maka harus memproduksi barang yang mutunya sesuai dengan fungsi serta kegunaanya, daya tahanya, peralatanya dan kepercayaanya.
b.
Wujud
luar seperti bentuk, warna dan susunanya.
Bila wujud luar dari barang tersebut tidak menarik meskipun kualitas barangnya baik maka belum tentu konsumen tertarik.
Bila wujud luar dari barang tersebut tidak menarik meskipun kualitas barangnya baik maka belum tentu konsumen tertarik.
c.
Biaya
barang
Pada umumnya biaya dan harga suatu barang akan dapat menentukan mutu suatu barang tersebut.
Pada umumnya biaya dan harga suatu barang akan dapat menentukan mutu suatu barang tersebut.
Hubungan Kualitas Produk dengan
Keputusan Pembelian
Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membentuk perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Melihat hal tersebut pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dijadikan suatu hipotesis bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.
Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membentuk perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Melihat hal tersebut pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dijadikan suatu hipotesis bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.
Sumber :