1. Kasus
Korupsi pada Etika Bisnis
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang
ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau
kelompoknya. Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah
dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan
masalah moral yang kompleks.
Contoh Kasus
:
JAKARTA, Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang Pencegahan, M Jasin
mengungkapkan fakta baru bahwa komitmen fee dalam kasus dugaan suap kepada
Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibinong yang telah ditetapkan sebagai
tersangka, yaitu Jaksa Sistoyo adalah sebesar Rp 2,5 miliar. “Seperti yang dilakukan
penangkapan di Cibinong, uang yang ditemukan Rp 99,9 juta. Tetapi, komitmen
feenya Rp 2,5 miliar,” kata M Jasin di kantor KPK, Jakarta, Senin (28/11).
Tetapi, fakta tersebut masih ditelusuri oleh tim penyidik KPK. Demikian juga,
kemungkinan ada oknum lain yang terlibat dalam kasus dugaan suap
tersebut. Ditemui di tempat berbeda, Juru bicara (Jubir) KPK, Johan Budi
juga membenarkan informasi mengenai adanya komitmen fee yang nilainya miliaran
rupiah. “Informasi awal memang ada seperti yang disampaikan Jaksa Agung Muda
Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, yaitu ada pembicaraan yang mengarah pada
uang yang nilainya miliaran rupiah,” kata Johan di kantor KPK, Jakarta, Senin
(28/11). Tetapi, lanjut Johan, di tempat kejadian perkara, tim KPK hanya
menemukan uang sebesar Rp 99,9 juta. Sebagaimana, laporan yang masuk dari
masyarakat. KPK menangkap Jaksa Sistoyo yang menjabat sebagai salah satu
Kasubag Pembinaan di Kejaksaan Negeri Cibinong yang diduga melakukan tindak
pidana korupsi pada Senin (21/11) malam. Sistoyo ditangkap sekitar jam 18.00
WIB di halaman parkir Kejari Cibinong. Bersama dengan Sistoyo juga ditangkap
dua orang dari pihak swasta yaitu Anton Bambang Hadyono dan Edward M. Bunjamin
serta seorang supir. “Mereka ditangkap karena diduga telah melakukan transaksi
suap,” kata Johan.
Selain menangkap tiga orang
tersebut, KPK juga menemukan barang bukti berupa uang sejumlah Rp 99,9 juta
yang dimasukkan dalam sebuah amplop coklat di dalam mobil Sistoyo. “Pemberian
diduga terkait dengan kasus pidana yang sedang ditangani S di Pengadilan Negeri
(PN) Cibinong. Dimana, tersangkanya adalah E yang diduga uang ini terkait
dengan proses penuntutan,” ungkap Johan Budi.
2. Kasus Pemalsuan (Laporan Keuangan)
Laporan
keuangan yang diterbitkan oleh setiap perusahaan mempunyai fungsi tersendiri
bagi penggunanya. Seperti contohnya dari pihak manajemen intern perusahaan
laporan keuangan dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja perusahaan,
kompensasi dan pengembangan karier. Bukan hanya untuk pihak intern saja,
laporan keuangan juga dibutuhkan dari pihak luar sebagai dasar perhitungan
pajak bagi pemerintah, sebagai pertimbangan dalam pemberian kredit bagi
kreditor, dan juga sebagai tolak ukur kinerja perusahaan bagi investor
Contoh
Kasus :
PT KERETA API
INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan
keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode
etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan
PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9
Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru
menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris
PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan,
laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh
BPK dan akuntan publik.
Hasil
audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit
oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan
adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut :
1) Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun
tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai
pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat
ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan
dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan
yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2) Penurunan nilai persediaan suku cadang
dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan
inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir
tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun
2005.
3) Bantuan pemerintah yang belum
ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar
dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4) Manajemen PT KAI tidak melakukan
pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak
yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya
diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan
pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT
KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.
Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera
diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah,
akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.
Kasus
PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan
Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian.
Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari
informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK
sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan
kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan.
Profesi
Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan
masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para
akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting
karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak.
Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas
segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat
perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
3. Kasus Pembajakan
Contoh
Kasus :
Pelanggaran
Hak Cipta atas Software di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa,
pelanggaran tersebut dengan adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas yang
ditemukan sebnyak 10.000 keping. CD software ini biasa di jual oleh para
penjual seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa
mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya, disini para pelaku dengan sangat jelas
melanggar suatu karya yang dibuat oleh orang lain, para pelaku menggandakan dan
menjual CD software palsu untuk keuntungan diri mereka sendiri. Pembuat
software tersebut pasti mengalami tingkat kerugian yang sangat besar dari segi
materi atau keuntungan karena CD software asli yang dibuat dengan susah payah
yang dijual dengan harga mahal tidak laku, disebabkan murahnya CD software
bajakan yang dijual oleh para pelaku. Para pelaku pembajakan CD Software ini
dikenakan pasal 72 ayat 2 dipidana dengan penjara paling lama 5
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 dan tidak menutup
kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka
diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan.
Dengan
adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk memberikan
arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk software
bajakan karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada negara dibidang
pajak disamping itu untuk menghindari kecaman dari United States Trade
Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara pembajak.
Sumber :
BaahGakAdaJawaban
BalasHapus